Salah satu hal yang menghibur gw diwaktu kosong adalah dengan menonton. Dan kabar baiknya, seorang teman berbagi film gw sekitar seminggu yang lalu menawarkan film The Soloist untuk gw tonton. And finally, gw tonton dong !!
The Soloist. Film ini menceritakan tentang Seorang penulis tetap Koran LA Times, Steve Lopez, yang akhirnya mendapat inspirasi menulis tentang kehidupan Nathaniel Ayers, seorang pemain biola gelandangan yang dijumpainya di sebuah taman kota. Setelah keputusan menulisnya dibulatkan, semenjak itulah, terjalin persahabatan yang tidak biasa antara Steve dan Nathaniel.
sumber foto:
Steve berusaha mencari seluk beluk kisah hidup Nathaniel yang ternyata dulunya adalah salah satu murid di sekolah music ternama, The Juliard school. Belakangan diketahui, Nathaniel yang jenius bermain cello Drop Out dari sekolahnya karena mengidap Schizophrenia. Begitulah akhirnya sampai dia terdampar menjadi homeless di LA, memainkan sebuah biola dengan senar yang tak lengkap, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Kecintaannya pada Beethoven terus mendorongnya memainkan music disela hiruk pikuk kota Los angeles.
Steve, penulis yang menginspirasi banyak orang dengan tulisan mengenai Nathaniel diberikan penghargaan oleh walikota, hidupnya kelihatan baik-baik saja. Tapi seperti ada kekosongan sebelum Nathaniel akhirnya datang kedalam bagian hidupnya. Gw juga sulit menceritakannya, tapi seperti itulah. Mungkin akan lebih jelas ketika teman-teman nonton film ini langsung.
Banyak hal yang bisa gw ambil dari film ini. Salah satunya usaha Steve sebagai sahabat untuk menyembuhkan Nathaniel dan membuatnya memiliki tempat tinggal tetap dan bermain pada konser kecil. Yang ternyata, tidak berhasil sepenuhnya. Ada hal lain yang tidak bisa diubah. Dan dengan berada disamping Nathaniel sebagai sahabatnya, itu sudah cukup. Haah, gw sangat terharu…
Hal lain yang diceritakan juga di film ini adalah persoalan homeless people, persoalan besar yang sepertinya cukup terabaikan. Di film ini diceritakan sebuah tempat yang menampung homeless people, Lamp community. Ditempat ini mereka yang kurang beruntung mendapat tempat dan makanan, serta jaminan kesehatan. Sedikit pelajaran yang gw tangkap dari perkataan salah satu volunteer Lamp Community ini adalah bahwa, kadang mereka orang-orang yang terlihat sakit tidak membutuhkan obat medis, melainkan mereka butuh hal lain, seperti bantuan sahabat, dan hal psikologis lainnya.
Sampai di akhir film, gw baru menyadari kalau film ini diangkat dari kisah nyata. Sungguh telatnya gw. Hha. Dan gw jadi teringat film serupa tapi tak sama yang berasal dari kisah nyata juga, film yang juga sangat gw suka, dan sampai dengan saat ini belum gw dapatkan DVD originalnya, film Beautiful mind, bercerita tentang John Nash si peraih nobel yang sangat jenius dan juga memiliki Schizophrenia.
Overall, film ini sangat sangat gw rekomendasikan buat ditonton.
Selamat menonton. Salam \m/
No comments:
Post a Comment