Monday, January 23, 2012

TTS dan Perempuan?

  
Akhir November 2010 saya dan tiga orang teman melakukan perjalanan jauh dengan kereta ekonomi dari stasiun Jenar-Purworejo menuju stasiun Jatinegara-Jakarta. Perjalanan jauh yang jarang-jarang saya lakukan. Tiga teman seperjalanan membuat perjalanan cukup nyaman dan tidak membosankan mengingat perjalanan yang tidak sebentar. Padatnya penumpang membuat kami tidak berkutik di bangku masing-masing. Hanya obrolan dan obrolan yang mampu melupakan penatnya duduk berjam-jam selama perjalanan. Yang menarik buat saya dari naik kereta adalah ketika pedagang-pedagang mulai menjajakan berbagai macam dagangannya. Mulai dari jajanan yang biasa ditemui sampai jajanan daerah yang hanya dijumpai di daerah tertentu, ada semua ;)


Tidak lama setelah kami berhasil melewati padatnya penumpang dan duduk tenang, saya membeli buku teka-teki silang (TTS) yang ditawarkan seorang pedagang. Ketika lelah mengobrol dan tidak bisa tidur, saya pikir buku TTS akan jadi bekal yang pas untuk saya. Kemudian ada sesuatu yang mengusik pikiran saya. Ketika pedagang buku TTS tersebut menyodorkan 2 buku yang saya minta, tepat saat itu juga spontan saya respon dengan pertanyaan, “bang, kok gambarnya perempuan semua bang?!” “yah, kalo nggak ya mana lakuu mbak”jawab si abang pedagang. “gambar laki-laki kek, mobil kek, apa gitu, jangan perempuan bang” kusambung sambil nyengir menyodorkan selembar lima ribuan. Si abang hanya balik nyengir.

Si abang TTS berlalu, buku TTS-nya yang tinggal mengusik pikiran. Dua buku yang baru saja saya beli bersampul seorang model perempuan yang sedang berpose. Seingat saya, hampir semua buku TTS yang saya temui selama ini bergambar perempuan di sampul depannya. Bukan begitu?

Pertanyaannya adalah, mengapa? Mengapa disampul buku TTS tersebut bukan gambar laki-laki berjas, mobil, rumah atau pemandangan alam?! Mengapa perempuan berpose dengan pakaian minim yang dijadikan sampul buku tersebut?! Dari jawaban abang pedagang buku TTS, dapat diasumsikan bahwa gambar perempuan pada sampul buku TTS adalah salah satu faktor 'laku'nya buku TTS dagangannya. Jadi, bukan hanya isi dari TTS tersebut yang dicari konsumen, tapi gambar disampulnya turut berperan. Perempuan berpose di sampul buku TTS tersebut kemudian menjadi daya tarik konsumen. Hal yang demikian kemudian menjadi salah satu bentuk eksploitasi terhadap perempuan. Mereka kaum kapitalis dengan kacamata ekonominya mengeksploitasi perempuan sebagai alat untuk mendongkrak penjualan produknya. Contohnya pada produk buku TTS tersebut. Belum lagi pada produk-produk lain yang tanpa kita sadari menjadikan perempuan sebagai daya tarik agar orang membeli atau paling tidak memberi perhatian pada produk tersebut. Penjualan produk otomotif dengan model perempuan berpakaian minim contoh lainnya. Kalau dipikir kembali, tidak ada hubungannya produk-produk tersebut dengan perempuan. Eksploitasi terhadap perempuan dideteksi lagi-lagi dari target pemasaran produk-produk tersebut yang notabene adalah laki-laki.

Penjualan produk yang menjadikan perempuan daya tarik penjualan produknya mungkin berkilah bahwa mereka hanya memenuhi 'selera masyarakat'. Tapi masyarakat mana yang mereka ikuti?Meraup keuntungan dengan mengeksploitasi seseorang jelas tidak benar apalagi dengan tidak mengindahkan sisi norma dan nilai serta moral di masyarakat. Namun sayangnya hal tersebut seolah sudah 'diterima' masyarakat, 'seolah' sebagai bentuk kewajaran.

Ekspoitasi perempuan dalam berbagai produk yang menguntungkan kaum kapitalis tersebut perlu diperhatikan. Mereka yang mengambil keuntungan dengan cara mengeksploitasi perempuan hendaknya perlu didorong untuk lebih sensitif gender, tidak mengekspoitasi perempuan semata-mata hanya demi keuntungan belaka. 
 
Masih terusik dengan TTS tersebut, ditengah perjalanan menuju Jakarta saya mencoba membuka dan mengisi kotak-kotak kosong didalamnya. Semoga hal-hal demikian, eksploitasi terhadap perempuan, tidak lagi terjadi. Minimal tereduksi perlahan-lahan. Dan untuk itu, suara yang memperhatikan hak perempuan harus melebar, masuk ke dalam ranah penentu kebijakan. Khususnya kebijakan-kebijakan yang bisa memotong jalur kaum kapitalis yang mengeruk keuntungan dari eksploitasi perempuan.


2 comments:

dian siahaan said...

eksploitasi atau emansipasi?menjadikan perempuan sebagai icon "penglaris" buku semacam TTS.

Lilies Her. said...

eksploitasi.