Monday, May 11, 2009

cerita yang entah dari mana




Ada sebuah cerita yang ingin gw ceritain. . (yaiala masa gw muntahin)MySpace
Ceritanya tentang seorang anak kecil. Gw lupa dari mana gw dapetin cerita ini. yang jelas, gw uda tau cerita ini jauh sebelum gw SMA. Tapi sayangnya gw lupa dari mana gw dapet cerita ini, entah gw baca, entah gw diceritain orang lain, entah . . gw ga inget sama sekali.
Ceritanya tentang sebuah keluarga di sebuah kota. Pasangan suami istri di keluarga ini Cuma punya satu anak semata wayang, perempuan, sebut aja namanya Indah. Indah baru berusia sekitar 5 tahun, usia anak kecil yang lagi lucu-lucunya. Tuntutan ekonomi membuat Ayah dan Bunda Indah bekerja di kantor setiap harinya, masing-masing punya kesibukan sendiri, sehingga Indah yang masih sangat kecil dan belum mengerti apa-apa di jaga dan di urus Bi imah, seorang baby sitter muda yang sabar. Seiring berjalannya waktu semua masalah ekonomi mampu diatasi keluarga ini.
Suatu hari, Ayah membeli sebuah mobil baru, semua isi rumah sangat senang, dan Ayah Ibu pun berencana mengendarainya keesokan hari ketika berangkat menuju Kantor. Namun, esok harinya tidak seperti harapan, Ayah dan Ibu sudah cukup telat ke Kantor, Ayah dan Ibu Indah memutuskan cukup mengendarai motor mereka saja, karena menggunakan mobil pada saat seperti itu dinilai tidak efektif.
Siang harinya seperti biasa, Indah bermain-main di taman depan rumah, berlari-lari riang mengejar kupu-kupu. Sementara Indah sibuk dengan kupu-kupunya, Bi imah pun juga sibuk dengan urusan dapurnya, karena ternyata tugasnya bukan hanya menjadi baby sitter tapi juga mengurus segala urusan rumah. Membiarkan Indah bermain di taman depan adalah hal paling efektif dan tidak berbahaya bagi keluarga ini, pagar-pagar yang menjulang tinggi dianggap aman dan rerumputan hijau yang terbentang sepanjang taman sepertinya cocok untuk melepas Indah setiap hari bermain sendiri.
Namun hari itu ternyata memang betul-betul berbeda dari biasanya. Indah, yang setiap hari bermain sendiri dengan mainan yang sama setiap harinya mulai bosan. Indah mulai mencari sesuatu yang baru. Indah berjalan-jalan disekitar rumah, sampai akhirnya menghampiri taman dekat dengan tempat mobil baru keluarga ini di parkir. Indah menemukan batu kecil, cukup lucu baginya, bentuknya yang sedikit runcing tak beraturan membuat Indah mendapatkan ide untuk menulis diatas rumput, indah mencoba menggores-goreskan batu itu diatas rumput dengan tangan kanannya, namun hasilnya nihil, mukanya cemberut karena tak berhasil melihat goretan sedikit pun. Lalu tiba-tiba Indah tersenyum sumringah ketika melihat mobil baru Ayahnya yang terparkir tak jauh dari tempatnya berada. Pelan Indah menghampiri dan akhirnya mulai mengukir karyanya. Goresan pertama cukup pelan, sedikit takut kecewa kalau goretannya sama nihilnya dengan sebelumnya. Namun mukanya berubah semakin sumringah ketika goretan pertamanya jelas terlihat dibagian samping mobil itu. Indah kemudian larut dengan dunianya sendiri, mulai mengukir karyanya, tak puas dengan satu bagian mobil Indah beralih ke bagian belakang mobil, begitu seterusnya sampai Indah kelelahan dan Bibi imah memanggilnya untuk segera Mandi sore.
Sore hari adalah saat yang ditunggu Ayah dan Ibu Indah, sore hari tiba berarti saatnya pulang kerumah dan melepas lelah sepanjang hari bekerja. Ayah dan Ibu memasuki gerbang halaman rumah dengan motornya. Memarkir motor tepat disamping Mobil. Baru saja hendak masuk ke dalam Rumah, Ibu sudah berteriak histeris, Ayah shock melihat mobil barunya berhias penuh goretan dibagian luarnya. Cukup lama Ayah dan Ibu shock dan marah-marah sambil mengelilingi mobil yang sudah berhias itu, akhirnya Ayah sadar dan segera memanggil-manggil Bi Imah dengan keras. Bi Imah yang kaget karena diteriaki tergopoh-gopoh menuju parkiran.
Ayah : “apa-apaan ini Bi, kenapa mobil saya ??!!!”(teriak-teriak shock memutari mobilnya)
Bibi : “. . . .” (speechless, shock melihat apa yang terjadi pada mobil Tuannya)
Belum sempat si Bapak marah-marah lagi, Indah menghampiri ketiga orang yang sedang shock itu dengan riang gembira
Indah : “bundaa. . Ayah. . Indah uda mandi . . eia bunda ayah, itu Indah yang buat loooh, , baguuskaaan?!! . . . “ (sambil nunjuk-nunjuk mobil dengan mimik puasnya)
Bunda : “indah yang coret-coret di mobil ayah ya?iya indah??” (menggoncang-goncangkan tubuh kecil Indah)
Indah kaget mendapati tubuhnya digoncangkan cukup keras, namun dengan masih senangnya dia menjawab pertanyaan Bunda nya.
Indah : “iyaa Bunda, , Indah gambar pohon-pohon, Indah gambar Bunda, gambar Ayah, gambar Bi Imah, ada Indahnya juga loh. . bunda mau . . . .”
Belum sempat Indah menyelesaikan kalimatnya, Ayah langsung menarik kedua tangan Indah, menariknya mendekat ke pohon rindang ditaman, memetik rantingnya dan mulai memukuli tangan kecil Indah.
Ayah : “ini kan tangan yang nakal, ini ayah hukum !!”
Indah yang kaget, shock dan kesakitan mulai menangis. Bunda yang sudah lelah bekerja di kantor pun meluap emosinya karena tindakan anaknya, Bunda ikut marah-marah, entah mungkin lupa kalau Indah Cuma anak kecil yang tak tahu apa-apa. Bi Imah yang sudah dari tadi ketakutan, tak mampu berkata, hanya menangis sedu tak tega melihat anak yang di asuhnya di pukuli tangannya.
Indah tak mampu mengelak atau pun berkata, rasa sakit ditangannya terlebih tangan kanannya membuatnya bungkam, hanya tangisan yang terdengar. Pukulan demi pukulan dengan ranting kecil itu akhirnya berakhir dengan kalimat Bunda.
Bunda : “makanya, indah jangan nakal !! mau nanti Ayah pukul lagi tangannya !!”
Indah hanya menjawab dengan gelengan kepala.
Malam harinya Indah tidak diijinkan tidur bersama Ayah Bunda dengan alasan masih dalam masa hukuman akibat perbuatannya. Indah belum bisa tidur sendiri, jadi Indah tidur dikamarnya ditemani Bi Imah. Malamnya tangan Indah mulai bengkak-bengkak, semakin lama membiru. Bi Imah tak kuat menahan sedih melihat Indah yang sedang tidur meringis karena sakit ditangannya.
Esok siangnya Indah mendadak panas tinggi, Bi Imah segera menelpon Ibu di Kantor
Bunda : “udah bi, kayak biasa aja palingan, jadi kasih obat penurun panas yang biasa aja, masih ada tu di rumah, saya mau rapat nih, jadi jangan diganggu dulu. .”
Lalu Bunda menutup telponnya.
Panas di badan Indah menurun. Tapi tubuhnya semakin lemah, Indah hanya malas-malasan beranjak dari tempat tidur Karen amasih merasa tubuhnya lemah. Ayah dan Bunda pulang larut malam, langsung beranjak tidur tanpa menemui Indah di kamarnya. Hanya menanyakan kabar Indah kepada Bi Imah dan puas dengan jawaban Bi Imah yang belum selesai.
Bi Imah : “udah turun tadi siang panasnya bu, tapi..”
Bunda : “yaudah, jaga aja ya, saya mo tidur”
Hari kedua setelah kejadian goretan karya indah itu pun Indah panas tinggi, tangannya semakin bengkak dan membiru. Bi Imah menelpon Ayah dan Bunda. Tapi hanya mendapat jawaban yang tak memuaskan.
Bunda : “ udaah, paling bengkaknya juga hilang dikasih salep, ada kok di kotak obat di rumah, saya lagi sibuk di kantor, jangan kebiasaan nelpon kalau Cuma hal yang kurang penting gini ya bi”
Telpon pun ditutup.
Bibi akhirnya hanya mengobati Indah dengan obat yang tersedia di rumah. Malamnya pun sama dengan malam sebelumnya. Ayah dan Bunda yang pulang larut malam langsung beranjak istirahat tanpa ingat akan Indah.
Hari ketiga pun tak beda jauh dengan hari-hari sebelumnya. Indah semakin panas, merintih kesakitan dan tangannya semakin biru membengkak. Bi imah yang mendapat jawaban sama ketika menghubungi Ayah Bunda pun sudah habis kesabarannya.
Bi Imah : “IBU !! saya akan bawa Indah ke rumah sakit saja !! biar saya yang temani !!”
Bunda : “ yaudah, sehabis rapat saya menyusul”
Akhirnya Ayah dan Bunda menyusul juga ke rumah sakit. Dokter yang menangani Indah segera mengajak Ayah dan Bunda berbicara. Raut muka Ayah dan Bunda yang sebelumnya santai berubah kaku ketika melihat arah pembicaraan Dokter tidak biasa-biasa lagi. Setelah panjang lebar menjelaskan, akhirnya sampailah si Dokter ke bagian yang paling sulit diutarakan.
Dokter : “ jadi, untuk menyelamatkan Indah, kedua tangan yang terinfeksi itu dengan sangat menyesal harus di amputasi pak, bu’ . . .”
Kalimat itu terngiang terus sepanjang saat sampai pada akhirnya Ayah Bunda menyetujui keputusan ini. Bunda bahkan Ayah pun histeris. Langit serasa terbelah mengingat sebentar lagi putrinya akan diamputasi.
Dan akhirnya, operasi itu pun dilakukan.
******
Setelah sadar dari siuman, Indah kaget mendapati tak ada yang bergerak ketika hendak mengangkat kedua tangannya untuk mengucek matanya yang baru siuman. Tak ada. Tak ada tangan yang diharapkannya mendekat ke wajahnya.
Ayah dan Bunda masuk ke ruangannya, mendekatinya dengan wajah tak berdaya. Sembab muka Ayah dan Bunda karena menangis sepanjang operasi Indah sampai tahu Indah siuman.
Indah yang melihat Ayah Bundanya mendekatinya spontan menangis kecil sedih sambil berkata
Indah : “ Bunda.. .Ayah. . . maafin Indah yaaa, maafin indah yang salah yaa bunda Ayah . . tapi tolong yah, tolong bun, tangan indah jangan diambil, indah minta maaf, tapi balikin tangan indah ya bundaaaa, balikin tangan indah ya yaaah. . …”
Sambil menangis kecil Indah terus meminta maaf dan meminta tangannya dikembalikan. Ayah?Bunda?sudah hanyut dalam tangis sedih penyesalan dan rasa bersalah. Dunia seperti hancur bagi mereka.
Ceritanya ini sedih. Tapi mungkin ga begitu sedih karena gaya penceritaan gw yang juga kurang oke. MySpace. Tapi jujur. Banyak hikmah yang bisa kita ambil dari cerita ini.
Kali ini gw gak nyebutin satu persatu hikmah apa yang bisa diambil dari cerita ini. silakan temen-temen ambil sendiri hikmahnya atau mungkin mau langsung kasi hikmah yang temen-temen dapet lewat komentar di postingan ini. uda malem. Gw uda ngantuk .

3 comments:

kebvo kecil said...

waahh...akhiRna heR posTing jga..
taMpiLaN baRu lgi..;)

baby huey???aq g prnh suKa ma dy..entaH mengapa..dRix sLaLu dikLilingi keberuNtungaN..;p
*ngiRi mode : ON ..* ;p

Lilies Her. said...

hhaha. . . he'eh."the lucky one"
hhoho

sang alkemis said...

dari koran Lis. based on true story.

gw jg pny kisah kekerasan pada anak. cukup menggugah nurani, sedih, geram, marah, semua numpuk jadi satu.

ada di komputer MAKO, di hardisk gw. klo mau upload aja.

kisahnya based on true story with improvisation from editor