Thursday, December 10, 2009

FILM


Film adalah salah satu alternatif sebagian orang untuk menghibur diri. Sebagian darinya menjadikan film salah satu kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan atau dengan kata lain menjadikan “menonton” film sebagai sebuah hobi, bahkan ada yang gamblang menyebut diri mereka sebagai “penggemar film”. Saya sepertinya tidak masuk ke beberapa bagian diatas, dibilang suka iya tapi dibilang fanatik film juga tidak, yah yang sedang-sedang sajalah.
Ngomongin soal film, dua bulan yang lalu, tepatnya 15 oktober saya nonton film yang berjudul “Identitas” di kampus. Hanya perlu goceng saja untuk dapat menonton film yang bertempat di gedung AJB FISIP UI ini. Ternyata belakangan saya baru tahu, film Identitas ini memang sengaja di pertunjukkan keliling kampus-kampus di Indonesia sebelum show di bioskop bioskop kesayangan anda (hhe). Penasaran ! satu kata yang pas begitu pertama kali diajakin temen-temen buat nonton film ini. Uda Cuma bayar goceng, ada diskusi lagi yang ngedatengin Liony Vh sebagai pemain, Dedy Mizwar selaku produser dan gak ketinggalan tentunya sang sutradara sendiri, Arya Kusumadewa.






Singkat cerita film ini menceritakan Adam (Tio Pakusadewo), seorang petugas kamar mayat yang hidup sendirian dan akhirnya jatuh hati pada seorang gadis berwajah oriental tak bernama. Gadis tak bernama ini diperankan Lioni Vh. Sayangnya, gadis tak bernama ini keburu meninggal sebelum Adam sempat mengungkapkan isi hatinya. Bahkan sampai ketika matipun, Adam tak tahu siapa nama gadis itu. Ceritanya tentu tak sesederhana itu, film ini menyorot mengenai identitas. Mayat si gadis tak bernama dipertahankan Adam mati-matian agar tak dijual rumah sakit kepada mahasiswa kedokteran hanya karena mayat gadis ini tak beridentitas. Tak hanya cerita si Adam yang ditonjolkan di film ini. Dengan latar rumah sakit, film ini menceritakan sisi-sisi kehidupan yang tak saya sangka, tentunya buka kehidupan “lain”(hhe). Contohnya, di fim ini digambarkan bagaimana ketika disela-sela kesedihan orang disaat anggota keluarganya meninggal dunia, disitu pulalah mulai berjalan bisnis-bisnis yang berhubungan dengan kematian, bisnis penawaran ambulance yang berfasilitaslah, penawaran jasa pengiklanan kematianlah, cukup menggelitik saya dan orang-orang yang menontonnya kemarin. Aah, saya tidak pandai bercerita, alangkah baiknya bila teman-teman yang membaca tulisan ini menonton langsung filmnya, sangat saya rekomendasikan, karena menurut saya, orang awam yang tidak begitu tahu tentang film, film ini bagoos…hhe. Dan akhir dari cerita ini pun cukup lain dari pada film Indonesia pada umumnya. Adam, digambarkan ingin bunuh dri dengan cara menyiram mayat gadis tak bernama dan tentunya dirinya sendiri dan rumahnya dengan minyak. Adegan tidak berakhir dengan Adam menyulut api, tapi sebagian besar penonton pastinya dapat menyimpulakna bahwa Adam bunuh diri. Closing yang cukup menarik menurut saya. Different from others…
Film selesai dan setelah break sholat, dilanjutkan kembali dengan diskusi yang mendatangkan Dedy Mizwar, Liony Vh, Arya Kusumadewa, dan Mbak fasti dari UI kalo gak salah (saya terlambat dan hanya tahu dari teman). Menarik dan seru!!diskusi yang berlangsung hampir dua jam ini menceritakan latar belakang film Identitas yang berasal dari film indi, kenapa Arya Kusumadewa membuatnya, dan banyak hal yang terkait dunia perfilman. Sedikit tidaknya saya mendapat pengetahuan baru. Kalau kata Bang Dedy Mizwar nih…film itu kegiatan intelektual….dan tidak ada parameter untuk menilai suatu film bakal laku dipasaran atau tidak, semua tren yang ada hanya kebetulan. Kira-kira begitulah kata beliau. Film itu kegiatan intelektual, dan bagi bang ded, (hhe), beliau dalam membuat film juga karena bentuk keperihatinan terhadap film-film yang ada saat ini, yang notabene tidak semuanya mengandung unsur mendidik yang baik. Film juga sebuah ungkapan atau ekspresi diri karena bentuk kekecewaan atau pendapat atas apa yang telah terjadi di Negara ini, contohnya saja di film identitas ini, ada bagian-bagian yang jelas sekali mennggambarkan bahwa bentuk pelayanan social di Indonesia akhir-akhir ini sedikit mengecewakan, khususnya dibidang kesehatan. Kata bang ded, dalam membuat film, itu harusnya buat yang bagus, bukan buat yang laku. Karena menurut beliau tidak ada parameter atau jaminan sebuah film akan laku atau tidak, meskipun disutradarai orang yang expert ataupun dibintangi actor dan aktris yang ngetop, tidak ada jaminan. Film laku belum tentu bagus, begitupun sebaliknya, film yang baguspun belum tentu laku. Jadi menurut beliau, buatlah film yang bagus, karena jelas adanya parameter untuk menilai sebuah film itu bagus atau tidak, dari segala penilaian perfilman.
Akhir kata (sounds like a speech) seperti pesan Band Dedy Mizwar….
Buatlah film yang bagus !!


*sebenarnya tulisa ini sudah saya buat beberapa hari setelah saya menonton, namun seperti biasa, biasanya hanya masuk ke dalam folder draft saja. Belakangan saya temukan dan saya edit seperlunya dan akhirny saya publish J

No comments: